Presiden Erdogan dari Turki – Dari Hagia Sophia sampai ke Pantai Tripoli dan Seterusnya

Oleh: F. William Engdahl – peneliti ekonomi, ahli sejarah dan jurnalis lepas – lahir di Amerika tinggal di Jerman
30 Juli 2020

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah secara jelas memutuskan untuk meluncurkan suatu serangan menuju banyak garis depan, mengambil keuntungan dari apa yang dia  persepsikan sebagai suatu kekosongan geopolitik. Mulai dari seruannya baru-baru ini untuk melaksanakan shalat di Hagia Sophia di Istanbul, sampai kepada pematahannya atas embargo senjata untuk kembali ke rezim Tripoli melawan rayuan dari General Khalifa Angkatan-bersenjata Nasional Libya-nya Haftar di Timur, dari melanjutkan kehadiran militer di Suriah sampai menolak untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas di perairan lepas Siprus, dan juga tindakan-tindakan di Afrika, Erdogan dengan jelas ada di dalam suatu mode menyerang. Apakah ada strategi yang lebih besar di belakang semua ini, jauh dari sekedar pengalihan dari masalah-masalah domestik ekonomi Turki?


Di dalam minggu-minggu ini pemerintahan Erdogan telah membuat gerakan menyerang atas banyak garis depan yang telah membuat banyak orang mempertanyakan keseluruhan tujuan mereka. Di Libya, Turki-nya Erdogan telah dengan terus terang membuat gerakan untuk memberi persenjataan, prajurit dan dukungan lain untuk memerangi Government of National Accord (GNA)-nya Libya di Tripoli dari Fayez Mustafa al-Sarraj.


Di bulan Desember 2019, Erdogan menandatangani pakta kerjasama militer pemerintah Tripoli yang diakui PBB yang sangat tidak stabil untuk membalas serangan yang diangkat oleh Gen. Angkatan-bersenjata Nasionalnya Haftar, yang bermarkas di bagian timur Libya yang kaya akan minyak. 

Pada tanggal 7 Juni, Cirkin, sebuah kapal kargo berbendera Tanzania, berlayar dari Turki ke pelabuhan Libya Misrata. Ia disertai dengan tiga kapal perang Turki, mengarahkan Perancis dan lainnya untuk mempercayai bahwa itu adalah penyelundupan senjata ke Tripoli untuk melawan Haftar, suatu pelanggaran atas embargo senjata PBB. Ketika sebuah helikopter Yunani (NATO) meminta izin untuk memasuki Cirkin untuk memeriksa jika senjata diselundupkan, kapal perang Turki menolak, mengarahkan sebuah kapal fregat, Courbet-nya Perancis (NATO), bagian dari operasi keamanan maritim NATO, untuk mendekati Cirkin. Radar kapal perang Turki dengan segera menyalakan Courbet tersebut dengan radar targetnya memaksa Courbet untuk mundur dan Cirkin mendarat di Libya. Perancis telah mengajukan suatu keluhan resmi dengan NATO mengenai perbuatan memusuhi dari Turki (NATO). Rinciannya tetap suram dan untung-untungannya adalah NATO akan tetap tenang ketimbang memaksakan perpecahan aliansi tersebut.

Yang penting untuk dicatat adalah bahwa gerakan militer Haftar di Tripoli untuk mengakhiri pembagian dari negeri tersebut disokong oleh Rusia, UAE dan Yordan. Sejak rangkaian Arab Spring yang dimulai AS dari destabilisasi dari Mesir sampai Tunisia sampai Libya dan, sejauh ini tidak berhasil, di Suriah, Libya telah dibinasakan oleh perang suku mengikuti pembunuhan Muammar al-Qaddafi di bulan Oktober, 2011.

Gerakan Turki baru-baru ini di bulan Mei memungkinkan GNA dan pasukan dukungan dari Turki untuk menghancurkan pertahanan udara milik LNA di pangkalan udara Watiya, termasuk sebuah deretan bantuan sistim rudal Pansir-S1 dengan dukungan pasukan Turki, untuk mengambil kendali dari pangkalan kunci tersebut. Ketika Rusia menurut laporan memindahkan enam kapal perang dari Suriah ke Libya sebagai tanggapan, Erdogan mengancam untuk membawa kapal perang angkatan udara Turki untuk mengebom pasukan Haftar.

Di saat yang sama Erdogan telah bernegosiasi dengan Aljazair untuk menandatangani suatu pakta pertahanan dengan Government of National Accord (GNA)-nya Libya di Tripoli. Kendali GNA atas al-Watiya bukan hanya meletakkan suatu penghentian kepada penggunaan dari Haftar atas fasilitas tersebut untuk mengganjal serangan udara atas pasukan GNA di Tripoli. Ia juga memberi Turki suatu pangkalan strategis untuk membangun kehadiran militer di Libya.

Presiden Aljazair yang baru saja terpilih Abdelmadjid Tebboune, tidak seperti pendahulunya, secara signifikan bergantung pada dukungan tidak resmi dari Persaudaraan Muslim Aljazair. Demonstrasi massal di tahun 2019 memaksa presiden yang anti Persaudaraan Muslim, Abdelaziz Bouteflika, untuk lengser.

Sekutu kunci lain dari Erdogan di wilayah tersebut adalah Qatar, yang diberi sanksi oleh Saudi Arabia dan negara-negara Teluk Sunni lainnya atas dukungan Qatar untuk Persaudaraan Muslim. TV Qatar al-Jazeera telah disebut sebagai jurubicara Persaudaraan Muslim. Di akhir pekan di bulan Juli 2018, Menteri Pertahanan Erdogan Hulusi Akar menemui Emir Qatar, Pangeran Tamim Bin Hamad Al Thani. Mereka menurut laporan mendiskusikan untuk memindahkan pejuang Jihad Somalia, yang dilatih di markas di Qatar, ke Libya untuk ambil bagian dalam suatu serangan utama yang direncanakan Turki atas kota Sirte. Sebuah laporan Pentagon yang baru-baru ini dikeluarkan memperkirakan bahwa Turki telah mengirim antara 3500 dan 3800 pejuang Jihad bayaran ke Libya dari Suriah untuk memperkuat angkatan-bersenjata GNA.

Debka.com dari Israel mencatat signifikansi dari gerakan-gerakan militer Turki dengan Tripoli dan Aljazair: “Jika Erdogan berhasil di dalam mempergunakan Aljazair untuk GNA Libya, yang sudah terikat pada kereta pertempuran Turki, dia akan mampu untuk menggeser keseimbangan kekuatan di dalam suatu wilayah yang luas dan mudah berubah. Keuntungan militernya di Libya sudah membawanya ke dalam posisi untuk menabrak keamanan dari tetangga Afrika Utara-nya – dengan tidak sedikit, Mesir – dan juga pelayaran Mediterania antara benua itu dan Eropa Selatan dan proyek minyak lepas pantai di antara keduanya.”

Erdogan dan Persaudaraan Muslim

Banyak dari strategi aliansi baru-baru ini dari rezim Erdogan sejak Turki memutus hubungan damainya dengan tetangganya Suriah di tahun 2011 dan mulai menyokong bermacam kelompok teroris yang terkait dengan Al Qaeda untuk merobohkan rezim Assad, sehingga dapat dimengerti ketika ikatan dari Erdogan kepada Persaudaraan Muslim yang sangat rahasia dimengerti.

Dalam suatu wawancara dengan sebuah TV Russia-24 di bulan Maret, Presiden Suriah Bashar al Assad menyatakan secara terbuka bahwa Erdogan adalah Persaudaraan Muslim, yang meletakkan agenda global dari organisasi teroris itu di atas agenda negerinya sendiri. Assad menyatakan, “Pada suatu titik waktu, Amerika Serikat memutuskan bahwa pemerintahan sekuler di wilayah tersebut tidak mampu lebih lama lagi untuk menerapkan rencana dan peran yang dirancang bagi mereka…Mereka memutuskan untuk mengganti rezim-rezim ini dengan rezim Persaudaraan Muslim yang menggunakan agama untuk mengarahkan publik…Proses “penggantian” ini dimulai dengan yang konon disebut Arab Spring. Tentu saja, di saat yang sama, hanya negeri yang dipimpin oleh Persaudaraan Muslim di wilayah itu adalah Turki, melalui Erdogan sendiri dan afiliasi Persaudaraan-nya.“

Erdogan telah secara terbuka menyambut kedudukan penting dari Presiden Mesir Persaudaraan Muslim Mohamed Morsi, yang menjanjikan lima miliar dalam bantuan. Kemudian suatu tindakan militer tiba-tiba yang disokong Saudi mengusir persaudaraan tersebut dan mengangkat Jenderal Abdel Fattah el-Sisi kepada kekuasaan, sangat tidak menyenangkan Administrasi Obama dan Erdogan. Sejak saat itu el-Sisi telah menjatuhkan larangan keras atas aktivisme Persaudaraan Muslim di Mesir, menghukum mati banyak pemimpin dan membuang sebagian yang lain ke pengasingan, banyak menurut laporan ke Turki-nya Erdogan. Saudi Arabia, UAE, Kuwait, Yordan dan Bahrain juga telah melarang PM, menuduh mereka mencoba untuk merobohkan monarki mereka. Ini menciptakan garis keliru geopolitik yang masif di sepanjang dunia Arab.

Dengan cara yang sama, sampai pengusirannya baru-baru ini di bulan April, 2019 setelah 20 tahun memerintah, diktator kuat Sudan, Omar al-Bashir, dikatakan juga sebagai anggota dari Persaudaraan Muslim.

Dengan dua sekutu utama tersebut, Mesir dan Sudan kalah, Erdogan dengan jelas mencoba sayap baru untuk melebarkan pengaruhnya dan pengaruh Persaudaraan tersebut secara global. Ini menjelaskan upaya utamanya untuk ikut campur dalam urusan Libya atas kepentingan Persaudaraan Muslim yang disokong oleh Tripoli GNA. Presiden Turki tersebut telah mengirim pasukan Turki ke Libya untuk menyokong Sarraj, bersama dengan drone, kendaraan militer, dan ribuan dari prajurit upahan Suriah dari Faylak al-Sham (Legiun Suriah), yang merupakan suatu afiliasi Persaudaraan Muslim.

Apa itu Persaudaraan Muslim?

Persaudaraan Muslim adalah masyarakat rahasia semacam Fremason dengan tatapan publik yang “ramah” dan jihadis militer tersembunyi di dalamnya. Persaudaraan Muslim secara resmi meninggalkan kekerasan di tahun 1970-an, tetapi dekrit mereka memiliki banyak celah untuk diterobos.

Persaudaraan Muslim atau al-ʾIkḫwān al-Muslimūn, diciptakan di Mesir yang diperintah Inggris, dan kemudian secara hukum bagian dari Kekhalifahan Ottoman, di tahun 1928 di dalam bangkitnya kehebohan Perang Dunia I dan terbagi-bagi di dalam Kekaisaran Ottoman. Menurut dugaan ia diciptakan oleh seorang guru sekolah Muslim Sunni yang tidak dikenal yang bernama Hassan Al-Banna. Lebih banyak mirip Serikat Yesus dari gereja Katolik, Persaudaraan dari Al-Banna tersebut berpusat pada pendidikan khusus pemuda, yang menyajikan dunia luar dengan tatapan kegiatan derma dan perbuatan baik sambil menyembunyikan suatu agenda kekuatan kekejaman bengis yang membawa maut di dalamnya dengan paksa.

Hampir sejak awalnya, masyarakat rahasianya memiliki tujuan tunggal, tidak masalah betapa sulitnya dan betapa lamanya tugas tersebut, untuk menegakkan kembali Kekhalifahan, untuk menegakkan suatu kekuasaan Islam baru bukan hanya di Mesir tetapi di keseluruhan dunia Muslim. Indoktrinasinya menyertakan desakan atas kepatuhan mutlak kepada kepemimpinan; penerimaan Islam sebagai sebuah sistim total, sebagai penentu akhir hidup.

“Allah adalah tujuan kami; Nabi adalah Pemimpin kami; Qur’an adalah Konstitusi kami; Jihad adalah Jalan kami; Mati di jalan Allah adalah keinginan kami yang tertinggi; Allahuakbar; Allahuakbar.” Ini adalah kredo dari Persaudaraan Muslim yang didirikan oleh Al-Banna. Kemudian Al-Banna menulis, “Kemenangan hanya dapat datang dengan penguasaan ‘Art of Death.’ Mati syahid bertempur untuk menegakkan Kekhalifahan baru adalah cara terpendek dan langkah termudah dari hidup ini untuk menuju kepada hidup setelahnya.”

Persaudaraannya Al-Banna melakukan kontak awal dengan Nazi Jerman di tahun 1930-an. Lengan militer rahasia Persaudaraan Muslim, Alat Rahasia (al-jihaz al-sirri), sebetulnya, adalah “biro pembunuhan” yang dikepalai oleh saudara laki-lakinya Al-Banna, Abd Al-Rahman Al-Banna. Agen Nazi datang dari Jerman ke Mesir untuk membantu melatih kader Bagian Khusus dan juga menyediakan uang. Baik itu Nazi dan Al-Banna sama-sama memiliki kebencian anti-yahudi yang sangat mendalam dan Jihad Persaudaraan tersebut atau Perang Suci sebagian besar ditujukan pada Yahudi di Mesir dan Palestina.

Hassan Al-Banna memperkenalkan ide dari jenis khusus kultus kematian di dalam Islam. Aspek dari Persaudaraan ini kemudian menjadi mata air di tahun 1990-an dan setelah, untuk hampir semua organisasi teroris Sunni Islam, dengan penyebaran ajaran Jihadisme Salafi dan kelompok Islam radikal seperti Al Qaeda atau Hamas. Dalam banyak pengakuan, cara memuja kematian ala Islam Sunni-nya Al-Banna adalah kebangkitan dari Kultus Pembunuhan atau hashshāshīn Islam selama Perang Salib di Abad Keduapuluh.

Al-Banna menyebutnya, “the Art of Death” (fann al-mawt) atau ”Mati adalah Seni” (al-mawt fann). Dia mengkhotbahkan kepada para pengikutnya bahwa itu adalah jenis dari kesyahidan yang saleh untuk dengan tulus dihormati, bahwa itu berdasarkan Qur’an. Selama Perang Dunia II tokoh pimpinan dari Persaudaraan Muslim tinggal di Berlin dan bekerja secara langsung dengan kepala SS Himmler untuk menciptakan pasukan teror untuk mengeksekusi Yahudi dan musuh lain dari Reich tersebut. Di tahun 1950-an, setelah perang tersebut, CIA “menemukan” semangat anti-komunis yang efektif dari Persaudaraan tersebut dan memulai suatu kolaborasi yang lamanya berdekade-dekade, yang pada awalnya mendukung monarki Saudi. Osama bin Laden dikatakan awalnya seorang anggota Persaudaraan Muslim yang taat.

Ini adalah organisasi di belakang agenda militer Erdogan di Libya dan jauh lebih dari pada itu. Ini menjadi pertanda buruk bagi ilusi apa pun dari persetujuan diplomatik untuk mengakhiri perang entah itu di Suriah, Irak atau Libya dan lainnya.

F. William Engdahl adalah konsultan resiko strategis dan dosen, dia mendapat gelar di bidang politik dari Universitas Princeton dan pengarang buku yang paling laris mengenai minyak dan geopolitik, secara ekslusif untuk majalah daring “New Eastern Outlook”

Sumber: http://williamengdahl.com/englishNEO30Jul2020.php
Link dari: https://facebook.com/shafiee.shariff